Kotabaru – Kekecewaan mendalam dirasakan warga Stagen, Kotabaru, setelah pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotabaru tidak menghasilkan solusi yang diharapkan. Pertemuan yang seharusnya menjadi forum musyawarah terkait ganti rugi pengadaan tanah untuk proyek Pengembangan Lapangan Terbang Gusti Syamsir Alam Kotabaru justru dinilai tidak transparan dan kurang memberikan ruang diskusi bagi warga.
Ahmad, salah satu warga terdampak, mengungkapkan bahwa minimnya edukasi sejak awal membuat masyarakat kebingungan dalam memahami proses ganti rugi.
“Seharusnya ada sosialisasi menyeluruh sejak awal agar masyarakat paham prosedurnya. Kami sangat menyayangkan kurangnya edukasi dari tim pelaksana. Akibatnya, kami merasa waktu menjadi sangat mepet dan belum ada kepastian terkait harga yang kami harapkan,” ujarnya, Jumat (8/2/2025).
Senada dengan Ahmad, warga lain bernama Edi menilai pertemuan tersebut tidak bisa disebut sebagai musyawarah karena tidak memberikan ruang untuk negosiasi yang adil.
“Musyawarah seharusnya menjadi wadah untuk bertukar pendapat hingga mencapai keputusan yang menguntungkan semua pihak. Namun, pertemuan kemarin tidak membuahkan hasil yang memuaskan,” kata Edi.
Warga lainnya, DK, mengungkapkan keberatan atas nilai ganti rugi yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi properti yang dimilikinya.
“Rumah yang saya bangun dengan modal hampir Rp 700 juta hanya dinilai Rp 369 juta. Padahal, bahan bangunan yang saya gunakan, seperti kayu ulin dan beton, memiliki harga yang tinggi,” jelas DK.
Ia juga mempertanyakan metode penilaian yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yang hanya berdasarkan foto tanpa pemeriksaan menyeluruh.
“Tim penilai hanya mengambil foto tanpa mengecek detail bangunan. Kami berharap ada penilaian ulang agar ganti rugi lebih adil,” tambahnya.
Warga berharap agar penyelesaian tidak perlu melalui jalur pengadilan, yang dianggap justru akan menyulitkan mereka.
BPN Kotabaru: Warga Bisa Ajukan Keberatan ke Pengadilan
Menanggapi keluhan warga, Kasi Pengadaan Tanah BPN Kotabaru, Irvan Umbara, menyatakan bahwa warga yang tidak setuju dengan hasil penetapan ganti rugi dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
“Jika ada warga yang keberatan dengan keputusan ganti rugi, maka proses selanjutnya akan diarahkan ke pengadilan. Pengadilan akan meninjau kembali nilai yang ditetapkan dan menentukan keputusan final,” jelasnya.
Ia juga mengakui adanya miskomunikasi terkait mekanisme pengajuan keberatan ke pengadilan dan berharap proses ini dapat berjalan dengan baik.
“Mudah-mudahan hasil putusan nanti sesuai dengan harapan masyarakat,” tambahnya.
Dengan situasi yang ada, warga tetap berharap adanya solusi yang lebih adil dan transparan tanpa harus melalui proses hukum yang berkepanjangan. Proses pengadaan tanah ini menjadi ujian bagi pihak terkait untuk memastikan keputusan yang tidak merugikan masyarakat.
Penulis: Sholeh