SURABAYA — Program transportasi publik andalan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Bus Trans Jatim, terancam tidak bisa beroperasi penuh pada 2026 menyusul pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat sebesar Rp2,8 triliun.
Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim memperkirakan alokasi anggaran yang tersisa hanya cukup untuk menjaga layanan hingga pertengahan tahun depan. Kepala Dishub Jatim, Nyono, mengaku sudah melaporkan kondisi ini kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan berharap dukungan anggaran untuk transportasi publik tidak dikurangi.
“Kami prioritaskan keberlangsungan operasional di koridor yang sudah berjalan. Kalau anggaran dipangkas, ekspansi koridor baru tentu harus ditunda,” ujar Nyono, Selasa (28/10/2025).
Saat ini, Trans Jatim melayani sekitar 20.000 penumpang setiap hari di tujuh koridor dengan tarif Rp5.000 per perjalanan. Layanan ini menjadi tumpuan mobilitas masyarakat pekerja dan pelajar di kawasan aglomerasi Surabaya–Sidoarjo–Gresik.
Dishub Jatim juga sebelumnya merencanakan pembukaan lima koridor baru pada 2026 dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp250 miliar. Namun, rencana tersebut terancam batal akibat keterbatasan dana.
Berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), TKD untuk Jatim pada 2026 turun 24,21% menjadi Rp8,8 triliun dari Rp11,4 triliun pada 2025. Pemotongan serupa terjadi di 38 kabupaten/kota, dengan total pengurangan mencapai Rp17,5 triliun.
Penurunan ini dikhawatirkan berdampak pada keberlanjutan layanan publik, terutama transportasi massal yang menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah mengurangi kemacetan dan emisi karbon.
“Lebih baik menunda koridor baru daripada menghentikan layanan yang sudah berjalan dan dibutuhkan masyarakat,” tegas Nyono.
Dengan kondisi fiskal yang menurun, Pemprov Jatim dihadapkan pada dilema: menjaga keberlanjutan transportasi publik atau menyesuaikan skala proyek baru di tengah tekanan anggaran dari pusat.












