BANJARMASIN, bacakabar.id – DPRD Kalimantan Selatan telah mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan menghadirkan perwakilan dua perusahaan tambang batubara PT. Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT. Tapin Coal Terminal (TCT).
Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk kedua kalinya digelar DPRD Provinsi Kalsel terkait penutupan jalan Hauling KM 101 Tatakan Tapin yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan berpihak terhadap kepentingan masyarakat lemah, khususnya komunitas sopir angkutan, namun tidak terjadi. Tetapi sebaliknya, RDP tidak menghasilkan apa-apa.
Awalnya, rencana agenda RDP untuk kedua kalinya yang digelar pada hari selasa (4/1/2022) dimulai pukul 14.00 WITA langsung dipimpin Ketua DPRD Kalsel, Supian HK., meminta agar kedua pihak untuk memberikan keputusan terbaik bagi masyarakat Kalsel yang saat ini tidak bisa bekerja akibat dampak penutupan jalan hauling di KM 101 Tapin oleh PT. TCT
Akan tetapi setelah kedua perwakilan perusahaan tambang baik dari PT. TCT maupun PT AGM mengemukakan argumen masing-masing, maka terjadilah kebuntuan atau ketidaksepakatan pada akhirnya DPRD Kalsel terpaksa mengupayakan memfasilitasi kedua pihak membahas dalam ruang tertutup di ruang yang berbeda untuk mencari titik temu menyelesaikan sengketa tersebut.
Namun hasilnya diluar dugaan, setelah menyelesaikan rapat tertutup, Ketua DPRD Kalsel, Supian HK diwakili Komisi III hanya menyampaikan bahwa, pihak PT. TCT tetap tidak bersedia membuka jalan hauling Km 101 Tapin untuk aktifitas sopir angkutan batu bara. Pihak PT. TCT justru mengalihkan aktifitas angkutan batubara melalui pelabuhan yang mereka miliki.
Keputusan tersebut tentu saja menimbulkan reaksi keras dari para undangan, terutama dari perwakilan sopir angkutan maupun komunitas tongkang. Mestinya hasil perundingan diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang berpihak kepada masyarakat Kalsel, seperti pembukaan jalan hauling atau pelepasan police line, agar pekerja bisa kembali beraktifitas.
“Setelah mendengar keputusan ini, Bismillah…, kami akan mulai bekerja, mulai beraktifitas, meski diizinkan atau tidak diizinkan. Apapun yang terjadi demi menyelamatkan kebangkrutan dan ribuan karyawan yang membutuhkan kerja,” tegas Muhammad Syafie selaku perwakilan sopir angkutan maupun komunitas tongkang.
“Buat apa kami menunggu hasil perundingan tertutup, kalau hasilnya seperti ini? DPRD Kalsel dan kedua pihak perusahaan tidak komitmen,” ketus Muhammad Syafie.
Ketua KPK-APP, Aliansyah menegaskan, anggota DPRD Kalsel dipilih oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam memutuskan suatu masalah harus mengedepankan kepentingan masyarakat.
“Saya memandang bahwa keputusan yang diambil DPRD Kalsel sekarang bukan memihak kepada masyarakat di Kalsel. Mungkin karena takut mengkhawatirkan para gajah berkelahi, sehingga keputusan yang diambil agak tergesa – gesa,” ketusnya. (Fr)