Oleh : P Vitalis CP
Gencar di media sosial dan media mainstream terkini, beberapa BEM di Indonesia melakukan unjukrasa di depan istana Negara gara-gara ide atau wacana penundaan pemilu dan jabatan presiden tiga periode.
Ini baru tataran ide dan wacana lho ??? Apa dasar postulat anda sehingga ide ditolak atau diterima ??? Apalagi jika wacana penundaan pemilu dan penambahan jabatan Presiden menjadi tiga periode lahirnya dari ruang DPR (± 3 partai?), apa salahnya? Jika DPR melihat ada harapan bagi kita sebagai bangsa untuk maju dan menjadi negara besar di era Jokowi, apa salahnya perubahan (melalui amandemen) itu diberikan ruang ???
Jika seandainya DPR berbicara atas nama rakyat, lalu mengapa membungkam suara rakyat dengan demonstrasi ???
Kekuatiran saya, demontrasi tidak lagi dilihat sebagai upaya kritis terhadap absennya ‘ketidakadilan atau korup’ yang dibuat oleh rezim, tetapi lebih dilihat sebagai gerakan titipan (dari yang merasa dirugikan) yang tujuannya mengganggu kestabilan pemerintahan yang sedang berjalan.
Apalagi, menurut saya, baru Jokowi yang betul-betul menjadi presiden RI, karena berhasil membangun Timur-Barat berbasis Indonesia (Indonesia Sentris) bila dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya (tidak bermaksud mengeneralisir) yang (mungkin) sarat dengan korupsi sehingga melibas bangsa sendiri sampai terhempas dan kesulitan untuk bangun Kembali, dan Baru pada jaman Jokowi mimpi itu kembali pulih, otot bangsa kembali terbentuk dan mampu bersaing secara global.
‘Turunlah Ke Akar Rumput Meyakinkan Rakyat’
Isu penundaan pemilu dan wacana jabatan tiga periode adalah seperti bola liar. Siapa yang mencetus ??? dan siapa yang bertanggung masih sangat blur ???. Meski ada gambaran dan info sepintas bahwa yang menelorkan ide ini adalah satu atau dua partai bahkan tiga di DPR.
Jika mereka membangun wacana, sangatlah wajar, toh itu kerjanya mereka.
Menjadi tidak sehat lantaran orang lain yang membangun wacana lalu Presiden yang didemo.
Apa hubungannya? Saya sangat awam berkaitan dengan hal hal yang sifatnya politis, tetapi saya hanya coba untuk berpikir (silahkan koreksi jika salah) Presiden adalah pribadi pertama yang menggaransi bahwa produk hukum/legislasi di DPR harus dilaksanakan secara ketat di eksekutif.
Jika ada perubahan toh, tentu harus melalui atau sepengetahuan DPR (mungkin kecualian dalam beberapa hal yang sifatnya prerogatif). Jadi jika mahasiswanya cerdas, maka bukan demosntrasi di depan istana menjadi preferensi utama, tetapi bagaimana turun ke akar rumput meyakinkan masyarakat bahwa wacana penundaan pemilu atau jabatan tiga periode tidak konstitusional atau katakan dengan jujur bahwa kita memiliki sejarah kelam masa lalu berkaitan dengan kekuasaan yang tidak terbatas dan tidak diatur, atau terlalu lama menjabat, telah mengeroposkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Artinya masyarakat yang harus dikonsientisasi bukan Presiden yang digoyang.
Sebagai bangsa yang berdemokrasi, menyampaikan pendapat itu sah-sah saja, tetapi sadarkah saudara-saudari bahwa Jokowi adalah Presiden yang sah secara undang-undang, sementara tuntutan anda (apalagi menuntut Jokowi mundur untuk sesuatu tuduhan yang tidak terbukti dan tidak pernah ia lakukan) masuk dalam kategori makar ??? Jangan salahkan negara jika negara ambil tindakan tegas terhadap anda.
Berita hari ini dari istana negara: Pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 tidak akan ditunda, juga tidak ada penambahan masa jabatan Presiden. Pemilu tahun 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024. Seluruh tahapan pilkada semuanya sudah diperhitungkan oleh pemerintah.
Informasi dari istana hari ini seharusnya membuat anda malu memukul dada karena tuduhan anda rupanya tidak terbukti. Kritik penting, sebagai tanda peduli, tetapi penting juga ‘MENGEDIT CARA BERFIKIR’ sebelum semuanya terlambat.
Saya yakin kita segaris soal peduli, tetapi lebih penting harus sadar, negara kita sedang tidak baik-baiknya buntut dari pandemi yang berkepanjangan ini.
“MARI CINTAI INDONESIA, KARENA KITA INDONESIA”
Penulis merupakan seorang
Pastor Paroki Gereja Katolik Pulang Pisau, Kalimantan Tengah