TANAH BUMBU – “Musim ubur-ubur jadi berkah ekonomi bagi kami,” ujar Acil Kanah atau Mama Anggi, warga Desa Muara Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Ia mengatakan hasil tangkapan nelayan kini rutin diekspor ke Jepang, Korea, dan Cina sehingga perekonomian warga semakin menggeliat.
Berpengalaman dalam pengolahan ubur-ubur, Mama Anggi menegaskan pentingnya menjaga kualitas sebelum dikirim untuk ekspor. “Ubur-ubur harus dipisahkan dulu antara kepala dan kaki. Bagian kepala dan kakinya lebih murah, tapi tetap ada yang beli. Semua bagian tetap laku asal bersih dan rapi,” jelasnya, Sabtu (6/9/2025).
Ia memaparkan proses singkat pengolahan sebelum dikemas. “Setelah dipisahkan, ubur-ubur direndam tawas supaya awet, lalu diberi garam dan diputar pakai mesin hingga rata. Proses ini memakan waktu beberapa hari agar kualitasnya tetap bagus,” katanya.
Harga ubur-ubur di tingkat nelayan berkisar Rp13 ribu hingga Rp14 ribu per kilogram. Setelah diolah dan siap ekspor, harganya melonjak hingga Rp25 ribu–Rp30 ribu per kilogram.
Mama Anggi menyebut musim ubur-ubur melibatkan hampir seluruh warga desa. “Ada yang melaut, ada yang mengemas, ada yang berjualan untuk memenuhi kebutuhan pekerja. Musim ubur-ubur membuat kami semua punya penghasilan. Dari sinilah dapur kami tetap berasap,” tuturnya.
Ia berharap musim ubur-ubur datang secara rutin dan permintaan ekspor tetap tinggi. “Kalau terus ada, kami bisa terus bekerja dan menjaga penghasilan keluarga,” pungkasnya.