BANJARBARU – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan terus memperkuat arah pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit menuju sistem yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing. Langkah ini menjadi bagian dari upaya jangka panjang untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam industri strategis yang menyerap puluhan ribu tenaga kerja di Banua tersebut.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kalsel, Suparmi, menegaskan bahwa Pemprov Kalsel berkomitmen memastikan seluruh rantai usaha sawit menerapkan prinsip keberlanjutan, mulai dari kebun hingga industri hilir.
“Pemprov Kalsel mengarahkan seluruh pelaku usaha untuk beroperasi sesuai prinsip sawit berkelanjutan. Fokus kami mencakup penguatan data, peningkatan kapasitas pekebun, perbaikan tata kelola, hingga percepatan sertifikasi ISPO,” ujarnya di Banjarbaru, Jumat (24/10/2025).
Komitmen itu dipertegas melalui Peraturan Gubernur Kalsel Nomor 13 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) 2022–2024, yang menjadi panduan kebijakan daerah dalam mendorong industri sawit yang ramah lingkungan dan inklusif.
Hingga 2025, luas areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan mencapai 506.269 hektare, dikelola oleh 85 perusahaan besar dan 46 pabrik kelapa sawit. Produksi tandan buah segar (TBS) tercatat mencapai 5,89 juta ton per tahun, dengan produksi CPO sebesar 1,29 juta ton per tahun.
Sementara itu, industri hilirisasi sawit terus berkembang dengan kehadiran tiga pabrik minyak goreng dan dua industri biodiesel yang total kapasitas olahnya mencapai lebih dari 8.000 ton per hari. Sektor ini telah menyerap sekitar 72 ribu tenaga kerja dan diproyeksikan terus meningkat seiring dorongan diversifikasi usaha, termasuk integrasi sawit-sapi dan pengembangan agroindustri.
“Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi prioritas utama. Melalui program PSDMPKS yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan, kami terus meningkatkan kompetensi tenaga kerja sawit melalui pelatihan, KIE, dan beasiswa bagi keluarga pekerja sawit,” jelas Suparmi.
Ia menambahkan, kolaborasi lintas sektor juga menjadi kunci agar industri sawit Kalsel tidak hanya berorientasi ekonomi, tetapi juga menjamin kesejahteraan tenaga kerja dan masyarakat sekitar.
“GAPKI Kalsel kami dorong berkolaborasi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan instansi lain untuk memperkuat sistem ketenagakerjaan yang adil dan inklusif. Keberlanjutan harus menyentuh seluruh aspek, tidak hanya produksi,” tegasnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, Pemprov Kalsel optimistis dapat menjadikan sektor sawit sebagai contoh transformasi industri yang berdaya saing, ramah lingkungan, dan memberikan dampak sosial positif bagi masyarakat.












